Etika secara garis
besar didefinisikan sebagai perangkat prinsip atau nilai moral. Kebutuhan akan
etika dalam masyarakat cukup penting karena pada dasarnya berhubungan dengan
hukum. Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan
mengenai perilaku yang layak harus dibuat.
Auditing adalah
proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat
diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria - kriteria yang dimaksud yang dilakukan
oleh seorang yang kompeten dan independen .
Etika
dalam Auditing adalah suatu prinsip untuk
melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria - kriteria yang
dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
1.1
Kepercayaan Publik
Profesi
akuntan publik memiliki peranan penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan
ketergantungan dalam hal tanggung jawab akuntan publik terhadap kepentingan dan
kepercayaan publik. Kepercayaan masyarakat akan berkurang jika terdapat bukti
bahwa independensi auditor ternyata berkurang. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap
kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik manajemen
perusahaan atau pemilik perusahaan.
1.2
Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
IAI
menyatakan pengakuan Profesi akuntan terhadap publik memiliki peranan yang
sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan
menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi
tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme,
dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa
yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan
berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan
publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
akuntan
publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan
keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui
hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen memiliki
fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang
saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog function”.
Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan harus mempertahankan
independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan
terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik kepentingan antara klien
dan publik mengenai konfil loyalitas auditor. bahwa seorang akuntan publik
diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk
mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan
klien.
Ketika
auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary
responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik
dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga
kepercayaan dari publik.
Ada 3
karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh
auditor kepada publik, diantaranya :
1.
Auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas dan objektif.
2.
Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3.
Auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung
jawab mereka kepada publik.
1.3
Tanggung Jawab Dasar Auditor
The
Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing
Practices Board ditahun 1980 memberikan ringkasan tanggung jawab auditor,
yaitu :
1.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan
Auditor
perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjaannya.
2.
Sistem Akuntansi
Auditor
harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi serta
menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3.
Bukti Audit
Auditor
akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan
kesimpulan rasional.
4.
Pengendalian Intern
Bila
auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal,
hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance
test.
5.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor
melaksanan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang
didapat dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
1.4
Independensi Auditor
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain. (Mulyadi dan Puradireja 2002:26)
Independensi
merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat
netral terhadap entitas dan oleh karena itu akan bersifat objektif.
Terdapat 3
aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
1.
Independence in Fact (Independensi dalam Fakta)
Auditor
harus memiliki kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan
objektifitas.
2.
Independence in Appearance (Independensi dalam Penampilan)
Pandangan
pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3.
Independence in Competence (Independensi dari sudut Keahliannya)
Independensi
dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
1.5
Peraturan Pasar Modal dan Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Tujuan
audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi
auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk
menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan
apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia.
Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Undang undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal.
Ketentuan tersebut memuat hal sebagai berikut:
1. Jangka waktu Periode Penugasan Profesional
- Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
- Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Undang undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal.
Ketentuan tersebut memuat hal sebagai berikut:
1. Jangka waktu Periode Penugasan Profesional
- Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
- Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
2.
Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau
pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor,
otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya
keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah.
Akuntansi keuangan adalah
bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan untuk
pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor, pemasok, serta pemerintah.
Prinsip utama yang dipakai dalam akuntansi keuangan adalah persamaan akuntansi
(Aset = Liabilitas + Ekuitas).
Akuntansi
Manajemen adalah sistem akuntansi yang berkaitan
dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau
manajemen dalam suatu organisasi dan untuk memberikan dasar kepada manajemen
untuk membuat keputusan bisnis yang akan memungkinkan manajemen akan lebih siap
dalam pengelolaan dan melakukan fungsi control.
2.1 Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan
pajak mempunyai beberapa tanggung jawab kepada publik, melalui pemerintah.
Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu
kewajiban pajak. Suatu kewajiban pajak adalah suatu pernyataan atau deklarasi
atas sanksi dari kecurangan yang berkaitan dengan perpajakan, serta informasi
dari hasil penyajian laporan keuangan adalah benar, dan lengkap. Dalam Laporan
keuangan AICPA itu dari Responsibility Tax Preparers (SRTP)
dalam kewajiban Pajak Memposisikan 5.05 dan 5.06:
5.05 “Self
assessment system perpajakan dapat berfungsi secara efektif jika wajib pajak
melaporkan hasil mereka pada suatu kewajiban pajak secara benar, mengoreksi,
dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah suatu laporan wajib pajak
fakta-fakta, dan wajib pajak mempunyai tanggung jawab akhir untuk posisi-posisi
menerima imbal hasil.”
5.06 “CPAS
menetapkan bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga kepada klien-klien
mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak memiliki kewajiban untuk
membayar lebih banyak pajak dibanding dengan menurut hukum berhutang, dan CPA
mempunyai suatu cukai kepada klien itu untuk membantu dalam mencapai target.”
IRS
mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak.
Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
“suatu
sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres,
Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada
masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum”.
Direktur
praktik IRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993:85) lebih menegaskan bahwa:
Ketika
secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan,
loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi
atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya
pervasive (peresapan)…Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal,
kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah
sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban
yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas
sistem pajak yang tertinggi…IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu
dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan
pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem
pajak.
Menurut
William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS
akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani
publik dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah:
Aturan
etika yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal
adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final.
Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai kliennya.
Disamping
itu praktisi herus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
2.2 Etika Akuntan Pajak
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
AICPA
STATEMENTS ON RESPONSIBILITIES IN TAX SERVICES
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1.
Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions
(Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian. Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota.
Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation(Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to Taxpayers(Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan.
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian. Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota.
Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation(Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to Taxpayers(Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan.
2.3
Kompleksitas Aturan Perpajakan Dan Tuntutan Klien
Pajak
secara klasik memiliki 2 fungsi, yaitu :
1.
Fungsi Budgeter
Fungsi
pajak untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara, dengan
maksud untuk mebiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2.
Fungsi Reguleren
Fungsi
pajak untuk mengatur suatu keadaan dalam masyarakat di bidang sosial, ekonomi
maupun politik sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa “Segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang-undang”. Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber
pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan
masyarakat dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pakaj
selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah.
Pemerintah
harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran
negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak.
Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan.
Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi
pemerintah supaya tidak terjadi tax avoidance.
Berikut
ini beberapa kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien :
1.
Pajak Ganda pada Dividen
Secara
teori Indonesia menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subjek pajak
yaitu subjek pajak badan dan perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak dividen
adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen
dibagi kepada pengusaha, laba tersebut merupakan laba perusahaan yang dikenakan
pajak atau disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang
saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang
disebut sebagai pajak ganda. Sebagai perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak
lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka menggunakan kredit sistem yaitu
pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di korporat sehingga
korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subjek pajak tetap melekat pada
pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
2.
Sengketa Pajak
Jika
terjadi dispute (sengketa), yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas
pajak berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat fiscus terlalu luas. Jika
terjadi sengketa SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat
pajak dan hitungan itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50% dari
hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau
hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi.
Namun, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh fiscus.
Jika uang
restitusi jumlahnya milyaran jelas saja menganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan aparat pajak.
Untungnya, dalan UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama.
Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.
Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP cukup membayar 50% dari klaim hitungan WP
sendiri.
Daftar pustaka
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Mulyadi. 2010. Auditing. Edisi keenam. Jakarta : Salemba Empat.
Drs. Akmal Ak., PIA., M.M, 2009. Pemeriksaan Manajemen Internal Audit Edisi Kedua. Jakarta
Arens, A.A., dan J.K Loebbecke. (1997). Auditing, Buku Dua. Diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf Salemba Empat, Jakarta.
Robiatul
Auliyah. Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Prespective
Internal Auditor dan Dilema Etika No 1 Vol 4. April 2011
James A. Hall,
Thomson Audit dan Assurance Teknologi Informasi 2 (ed. 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar